NewsBojonegoro.com — Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) akan resmi berlaku pada 1 Januari 2026. Menjelang masa pemberlakuan yang tinggal kurang dari dua bulan, praktisi hukum sekaligus dosen Fakultas Hukum Universitas Bojonegoro (Unigoro), Mochamad Mansur, SH., MH., mendesak pemerintah segera mempercepat sosialisasi terkait pasal-pasal dan substansi baru dalam KUHP tersebut.
“Memang ada perbedaan-perbedaan antara KUHP lama tinggalan kolonial Belanda dengan KUHP yang baru. Sehingga baik itu praktisi, akademisi, termasuk aparat penegak hukum harus banyak belajar lagi. Agar tidak terjadi salah penafsiran serta meminimalisir penyalahgunaan kewenangan,” ujarnya, Senin (17/11/25).
Mansur menyoroti salah satu perubahan mendasar yang tercantum dalam Pasal 2 KUHP, yakni pemberlakuan living law. Pasal tersebut membuka ruang bagi penerapan hukum pidana adat dalam menentukan seseorang dapat dipidana, meskipun perbuatannya tidak tercantum dalam KUHP. Penerapan itu tetap harus selaras dengan nilai Pancasila, UUD 1945, hak asasi manusia, serta asas-asas hukum umum.
Karena itu, ia menegaskan aparat penegak hukum — khususnya kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman — wajib mendapatkan penguatan pemahaman mengenai hukum adat di daerah masing-masing.
“Jadi ada hukum pidana adat yang tentunya harus disesuaikan dengan adat masing-masing daerah. Seorang aparatur hukum negara harus menguasai hukum adat yang berlaku di daerah itu. Dalam Pasal 2 mensyaratkan bahwa delik adat harus diatur oleh PP, kemudian diperkuat melalui Perda tindak pidana adat di tingkat kabupaten, kota, atau provinsi,” tuturnya.
Ketua DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Bojonegoro itu menambahkan, hadirnya pasal-pasal baru sekaligus menawarkan paradigma baru dalam pemidanaan. Perubahan ini menjadi tantangan tersendiri bagi aparat maupun advokat.
Ia mencontohkan penerapan keadilan restoratif yang kini diberikan ruang lebih luas dalam KUHP baru, dengan menekankan pemulihan hubungan antara pelaku dan korban, bukan hanya fokus pada hukuman.
“KUHP baru memberi ruang dalam pendekatan hukum untuk tidak hanya berfokus pada hukuman, tetapi juga pada pemulihan dan perlindungan hak asasi manusia,” pungkasnya.





























































