News Bojonegoro – Perjuangan Walisongo Indonesia Laskar Sabilillah (PWI-LS) Bojonegoro resmi menolak kehadiran Habib Syaikh dalam acara Munajat Cinta. Surat penolakan telah dikirimkan kepada berbagai instansi, mulai dari tingkat provinsi (Gubernur Jawa Timur dan Polda Jawa Timur) hingga kabupaten (Bupati Bojonegoro, Polres Bojonegoro, dan Kodim Bojonegoro), kecamatan (Camat, Polsek, Koramil, dan Kepala Desa), serta panitia penyelenggara di Tamir Al-Birru.
Hal tersebut disampaikan oleh Tim Hukum PWI-LS, Ainun Na’im, pada Jumat (16/5/2025). PWI LS Bojonegoro, yang diwakili pengurus dan Panglima Laskar Sabilillah, menjelaskan bahwa pengiriman surat tersebut merupakan bentuk kepedulian dalam menjaga ukhuwah Islamiyah di Bojonegoro.
Menurutnya Gus Na’im, dirinya bersama seluruh pengurus PWI-LS juga ingin menjaga umat Islam dari doktrin-doktrin khurafat yang sesat dan menyesatkan, serta masalah sejarah dan kebangsaan yang sering disampaikan oleh para habaib saat manggung. Salah satu contoh yang disebutkan adalah Habib Riziq yang menyebut dirinya sebagai “guru” NU dalam salah satu lagunya.
“Kalangan habaib atau Ba’alawi masih menghadapi polemik yang belum tuntas, terkait masalah nasab, pemelintiran sejarah NKRI dan NU, serta penyimpangan aqidah,” terang Ainun Na’im.
Ia melanjutkan, “Dalam hal ini, umat Islam berhak mempertanyakan hal tersebut, namun hingga hari ini belum ada jawaban memuaskan selama tiga tahun terakhir.” Oleh karena itu, PWI-LS Bojonegoro keberatan dengan rencana panitia Munajat Cinta, karena masih banyak ulama, kyai, gus, atau ustadz lokal yang lebih tepat diundang.
Polemik nasab Habib bukan hanya sebatas klaim silsilah yang belum terkonfirmasi sebagai dzurriyah Nabi. Kurangnya bukti-bukti keturunan, baik melalui ilmu filologi, sejarah, manuskrip, kitab sezaman, atau tes DNA, justru membuka berbagai isu lain, termasuk perilaku menyimpang dan narasi-narasi yang tidak berdasar agama.
“Hal ini kita nilai merendahkan para ulama besar Indonesia kita seperti Syaikhona Kholil Bangkalan, Mbah Yai Hasyim Asy’ari, Mbah Yai Wahab Chasbullah, Mbah Yai Nawawi Albantani, Gus Dur, serta ulama lainnya,” tambahnya.
Ainun Na’im juga menyatakan kekhawatirannya terkait penyimpangan aqidah yang menurutnya membahayakan bagi umat Islam. “Kami melihat hal ini sangat penting kita sampaikan dan kenapa kita harus mencegah jangan sampai membiarkan Habib Syaikh hadir, karena dengan hadirnya dia bisa jadi dianggap sebagai pembenaran atas klaim nasab yang keliru dan segala penyimpangan yang dilakukan.”
Pencegahan ini bukan untuk mencegah kegiatan keagamaan, melainkan pencegahan terhadap orang yang membahayakan umat terkait narasi doktrin-doktrin yang sesat menyesatkan. Jika memang tidak bisa dicegah, maka harus ada batasan, yaitu batasan untuk tidak diperkenankan bernarasi atau ceramah, dan batasan waktu tidak boleh lebih dari 1 jam.
Ainun Na’im menambahkan bahwa pihaknya telah menyampaikan hal ini kepada Kesbangpol dan Kasat Reskrim Bojonegoro.
“Terakhir, jika secara lahiriyah belum bisa, ya pasti kita akan lakukan dengan cara lain yang tentunya tidak melanggar aturan yang berlaku,” pungkasnya.






























































