News Bojonegoro, Jawa Timur – Penggunaan anggaran Rp55 miliar dari APBD Bojonegoro tahun 2024 untuk pengadaan alat kesehatan di RSUD Sosrodoro menuai pertanyaan. Imam Wahyudi, Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro, memberikan klarifikasi terkait informasi yang beredar mengenai lokasi alat kesehatan tersebut.
Imam Wahyudi menjelaskan bahwa anggaran tersebut dialokasikan untuk pembelian alat kesehatan di RSUD Sosrodoro, bukan di RS Temayang, seperti yang tercantum di Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP). Ia menduga adanya kesalahan entri data dalam sistem.
“Sistem SIRUP menggunakan entri data otomatis. Kemungkinan terjadi kesalahan ketik atau kesalahan sistem dalam penempatan data paket pengadaan alat kesehatan di RSUD Sosrodoro, termasuk mesin CT Scan, X-Ray, dan C-Arm,” jelasnya saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Jumat (25/4/2025).
Imam Wahyudi menegaskan bahwa meskipun SIRUP mencantumkan RS Temayang sebagai lokasi, alat-alat kesehatan tersebut sebenarnya berada di RSUD Sosrodoro. Menurutnya, RSUD Sosrodoro belum memiliki anggaran belanja sendiri, sehingga pengadaan barang dibebankan ke Dinas Kesehatan.
“Data yang terupload di SIRUP sesuai dengan judul paket, bukan detail lokasi. Barang-barangnya memang berada di RSUD Sosrodoro,” terangnya. Ia menambahkan bahwa pengadaan barang dan jasa selalu didampingi oleh aparat penegak hukum, seperti Kejaksaan Tinggi dan Polda Jawa Timur, untuk memastikan transparansi dan mencegah penyimpangan.
“Hampir semua belanja di Dinas Kesehatan meminta pendampingan aparat penegak hukum. Kami sangat hati-hati karena anggarannya besar,” ujar Imam. Ia juga menambahkan bahwa Dinas Kesehatan rutin dipanggil ke Jawa Timur untuk memberikan laporan progres penggunaan anggaran.
Saat disinggung tentang nota pembelian, Imam menyatakan bahwa nota pembelian tersebut merupakan dokumen negara yang tidak boleh dipublik
“Itu dokumen negara, tidak boleh diekspos. Hanya lembaga yang berkompeten seperti Inspektorat dan BPK yang berwenang mengaksesnya. Dokumen ini juga sudah diaudit BPK,” tegasnya.
Koh Aksin, aktivis penggiat informasi di Bojonegoro, menilai pernyataan tersebut keliru. “Jika nota pembelian barang dianggap dokumen rahasia, berarti yang bersangkutan tidak memahami Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” tegas Koh Aksin. Ia menekankan hak publik untuk mengakses informasi terkait penggunaan anggaran publik.
“Karena alat-alat kesehatan ini dibeli menggunakan uang rakyat (APBD Bojonegoro 2024), nota pembeliannya bukan dokumen rahasia. Jika perlu, kita akan tempuh jalur sengketa informasi di pengadilan,” tandasnya.





























































