News Bojonegoro.com — Rencana pengesahan Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) kembali memantik perdebatan di Bojonegoro. Pro dan kontra bermunculan, terutama dari kalangan pekerja dan pelaku industri rokok yang khawatir terhadap dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan tersebut.
Ratusan massa dari Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM–SPSI) Bojonegoro, Rabu (12/11/2025), menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Kabupaten Bojonegoro. Dalam aksinya, mereka menyuarakan satu tuntutan tegas: menolak rencana pengesahan Perda Kawasan Tanpa Rokok.
Para pekerja menilai, perda tersebut berpotensi mengancam keberlangsungan usaha dan mengurangi lapangan pekerjaan bagi ribuan warga Bojonegoro yang menggantungkan hidup di sektor tembakau.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi D DPRD Bojonegoro Sukur Priyanto meminta semua pihak untuk bersikap arif dan bijak. Menurutnya, kebijakan publik seperti Perda KTR harus mempertimbangkan keseimbangan antara perlindungan kesehatan masyarakat dan keberlangsungan ekonomi daerah.
“Memang, khusus untuk Perda Kawasan Tanpa Rokok ini kita semua harus bersikap arif dan bijak. Di satu sisi, pemerintah perlu memberikan perlindungan terhadap warga Bojonegoro yang notabene banyak bekerja di sektor tembakau,” ujar Sukur Priyanto.
Dengan pengalaman lebih dari dua dekade di lembaga legislatif, Sukur Priyanto dikenal piawai dalam membahas berbagai rancangan peraturan daerah. Pengalamannya menjadikannya sosok yang memahami pentingnya keseimbangan antara aspirasi masyarakat dan kebijakan publik.
Menurutnya, sektor tembakau memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian lokal. Tak hanya menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari 10 ribu warga, industri ini juga memberi sumbangan signifikan terhadap pendapatan masyarakat dan daerah.
“Kita tidak boleh mematikan mereka. Justru sebaliknya, kita harus membantu meningkatkan pendapatan serta memberikan ruang yang luas agar mereka bisa terus produktif di sektor rokok,” tambahnya.
Meski begitu, Sukur menegaskan bahwa pemerintah daerah juga memiliki tanggung jawab menjaga kesehatan masyarakat, sesuai amanat undang-undang dari pemerintah pusat. Ia menekankan bahwa Perda KTR bukan ditujukan untuk membatasi produksi rokok, melainkan menata kawasan-kawasan tertentu yang diperuntukkan bagi perokok.
“Kebijakan ini bukan untuk membatasi produksi rokok, tapi untuk menata kawasan. Jadi tidak boleh ada pihak yang dirugikan, baik pekerja maupun pengusaha,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan agar pembahasan perda tidak dilakukan secara tergesa-gesa. Menurutnya, keputusan yang diambil harus benar-benar mengakomodasi kepentingan semua pihak.
“Bagi saya, ini bukan soal target kapan perda disahkan — apakah November atau Desember. Yang penting, keputusannya nanti benar-benar menampung aspirasi bersama. Lebih baik sedikit mundur, asalkan tidak menyakiti pihak-pihak yang terdampak,” ujarnya.
Sukur berharap, pengesahan Perda KTR nantinya mampu menampung keresahan dan harapan para pelaku industri rokok.
“Pemerintah harus hadir di tengah masyarakat, bukan sekadar membuat aturan, tetapi memastikan setiap kebijakan berpihak pada kesejahteraan rakyat,” pungkasnya.




























































