NewsBojonegoro.com – Suasana Focus Group Discussion (FGD) pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kabupaten Bojonegoro, Kamis (6/11/2025), berlangsung panas. Forum yang diadakan di Hotel Griya MCM itu mempertemukan puluhan unsur dari legislatif, eksekutif, tenaga kesehatan, pelaku usaha, hingga serikat pekerja.
Di tengah jalannya diskusi yang semula berjalan formal, tensi meningkat saat perwakilan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bojonegoro, Anis Yulianti, menyatakan penolakan tegas terhadap rencana penerapan Perda KTR.
“Kami dari Serikat Pekerja Bojonegoro tidak menyetujui adanya Perda KTR karena masih banyak pro dan kontra di lapangan,” tegas Anis dalam forum yang dihadiri lebih dari 50 peserta itu.
Menurutnya, penerapan aturan tersebut akan menimbulkan dampak besar terhadap industri padat karya di Bojonegoro, terutama sektor rokok yang selama ini menyerap ribuan tenaga kerja lokal.
“Sebelumnya saja sudah banyak terjadi pengurangan tenaga kerja. Kalau aturan ini diterapkan tanpa pertimbangan sosial, maka akan mempersempit kesempatan kerja dan mengancam kesejahteraan buruh,” lanjutnya.
Anis juga menilai pengaturan batas usia “perokok pemula” dalam draf Perda tidak realistis. “Kalau disebut perokok pemula usia 10 sampai 20 tahun, itu tidak tepat. Banyak dari mereka sudah bekerja. Jangan samakan Bojonegoro dengan daerah lain, di sini ada perusahaan rokok padat karya yang menggantungkan hidup ribuan warga,” tegasnya menolak penyamaan kebijakan dengan kota lain seperti Yogyakarta.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Bojonegoro, Ninik Susmiati, menjelaskan bahwa penyusunan Raperda KTR merupakan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
“Perda ini bukan melarang orang merokok, tapi menata area di mana kegiatan merokok tidak boleh dilakukan — seperti fasilitas kesehatan, tempat ibadah, sekolah, dan transportasi umum,” jelasnya.
Ninik Susmiati kembali menegaskan kalau si Bojongoro tidak akan terjadi PHK dengan adanya KTR.
“Saya sampaikan kembali untuk Mbak Anis, tidak akan ada PHK di Bojongoro, sebagai contoh adalah Probolinggo, disana juga penghasil tembakau dan ada ribuan pekerja rokok.
Hal senada disampaikan Asisten Pemerintahan dan Kesra, Joko Lukito, yang menyebut Bojonegoro kini menjadi satu-satunya daerah di Jawa Timur yang belum menetapkan Perda KTR. “Kita ini sebenarnya bukan ingin melarang. Rokok tetap boleh, tapi harus ada tempatnya. Pemerintah pusat sudah mengingatkan, jangan sampai Bojonegoro tertinggal,” katanya.
Ketua Pansus Perda KTR, Sudiono S.H., dalam paparannya juga menegaskan pentingnya kolaborasi antara DPRD dan Pemkab agar kebijakan KTR tidak menimbulkan gejolak sosial.
“Tujuan Perda ini bukan untuk membunuh industri tembakau, melainkan menata ruang publik agar lebih sehat. Tapi tentu kita juga tidak ingin masyarakat kehilangan pekerjaan,” jelasnya.
FGD yang berlangsung hingga siang itu akhirnya belum menghasilkan kesimpulan bulat. Sejumlah pihak meminta pembahasan dilanjutkan dengan melibatkan lebih banyak elemen, terutama kelompok buruh dan pelaku usaha rokok.
Diskusi Raperda Kawasan Tanpa Rokok di Bojonegoro kembali menegaskan tarik-ulur klasik antara kepentingan kesehatan publik dan ekonomi daerah. Di satu sisi, pemerintah daerah ingin menegakkan amanat undang-undang untuk mewujudkan lingkungan sehat. Namun di sisi lain, pekerja dan industri rokok lokal khawatir kehilangan sumber penghidupan.



























































