News Bojonegoro – Musibah ambruknya bangunan di Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Kabupaten Sidoarjo, mengundang duka dan keprihatinan mendalam. Bangunan yang tengah diperluas itu roboh saat para santri melaksanakan salat Asar, menyebabkan puluhan santri menjadi korban jiwa.
Tragedi ini memunculkan perhatian publik terhadap pentingnya pengawasan pembangunan serta kepatuhan terhadap izin mendirikan bangunan (IMB) di lingkungan lembaga pendidikan keagamaan.
Berdasarkan data Polda Jawa Timur, hingga Selasa (14/10/2025), tim Disaster Victim Identification (DVI) telah mengidentifikasi 58 dari 67 kantong jenazah yang diterima. Proses evakuasi korban masih terus dilakukan karena tim SAR menghadapi kesulitan akibat struktur bangunan yang runtuh menutupi area utama pesantren.
Peristiwa tragis ini menimbulkan keprihatinan mendalam sekaligus memunculkan dorongan evaluasi terhadap aspek keamanan dan legalitas bangunan di lingkungan pesantren. Beberapa pihak menyoroti pentingnya kepatuhan terhadap izin mendirikan bangunan (IMB) dan standar konstruksi agar kejadian serupa tidak terulang.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPRD Bojonegoro, Mitro’atin, menyampaikan duka cita mendalam kepada para korban dan keluarga. Ia menyebut pondok pesantren sebagai lembaga penting pencetak generasi bangsa yang berakhlakul karimah, bukan sekadar tempat belajar agama.
“Pondok pesantren itu adalah pencetak kader bangsa yang membentuk akhlakul karimah. Di pondok, kita digembleng untuk disiplin dan berkarakter. Jadi saya sangat tidak setuju kalau ada yang menyamakan pesantren dengan hal-hal negatif seperti di media,” ujarnya. Rabu (15/10/2025).
Mitro’atin menegaskan bahwa tragedi Sidoarjo harus menjadi pelajaran bersama. Ia menyerukan agar pemerintah daerah melalui Dinas Penanaman Modal dan PTSP Bojonegoro aktif membantu pesantren dalam pengurusan izin bangunan dan legalitas pendirian.
“Kami berharap Dinas PTSP terus membantu memfasilitasi pondok-pondok pesantren yang belum memiliki izin. Pemerintah harus jemput bola, karena pesantren sudah banyak berkontribusi untuk daerah,” tegasnya.
Lebih lanjut, Mitro’atin menyoroti perlunya pendampingan hukum dan teknis bagi pesantren yang berdiri di atas tanah milik negara. Ia meminta agar seluruh pihak—terutama Dinas PTSP, Kementerian Agama, bagian Kesra, hingga asosiasi pondok pesantren—bersinergi menyiapkan mekanisme pendampingan dan fasilitasi perizinan.
“Kita akan diskusi bareng, jemput bola, supaya pondok-pondok pesantren merasa nyaman dalam menjalankan pendidikan. Jangan sampai mereka dihantui rasa tidak punya izin atau IMB,” tambahnya.
Rapat koordinasi lintas lembaga ini rencananya akan digelar bulan depan oleh DPRD Bojonegoro bersama Komisi A, dengan mengundang berbagai pihak terkait termasuk asosiasi pondok pesantren.
Mitro’atin menutup dengan penegasan bahwa pemerintah harus memastikan pesantren terlindungi, baik secara hukum maupun fisik, agar tetap fokus menjalankan misi luhur: mendidik generasi bangsa yang beriman, berilmu, dan berkarakter.
“Yang terpenting, pondok pesantren ini harus terayomi dan merasa aman, karena tugas mereka mulia, membentuk karakter anak-anak agar berguna bagi nusa, bangsa, dan agama,” pungkasnya.





























































